
Bengkalis, detik45.com – Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap celah serius dalam pengelolaan retribusi Pelabuhan RoRo Air Putih–Sungai Selari di Kabupaten Bengkalis, Riau. Temuan ini memperlihatkan lemahnya tata kelola keuangan di sektor transportasi laut yang menjadi urat nadi ekonomi masyarakat pulau tersebut.
Pelabuhan RoRo selama ini menjadi jalur utama pergerakan orang, logistik, dan kendaraan dari dan menuju Pulau Bengkalis. Namun di balik padatnya arus penyeberangan, tersimpan persoalan klasik: pengelolaan dana publik yang belum transparan dan disiplin administrasi yang longgar.
Dalam laporan hasil pemeriksaan, BPK mencatat pendapatan retribusi kepelabuhanan Bengkalis mencapai Rp6,13 miliar. Di atas kertas, angka itu tampak wajar. Tetapi auditor menemukan sejumlah kejanggalan, mulai dari mekanisme pemungutan hingga keterlambatan penyetoran ke kas daerah.
Yang paling mencolok, pemungutan retribusi dilakukan oleh Koperasi Karyawan Dinas Perhubungan tanpa dasar hukum atau perjanjian kerja sama resmi. Dana yang terkumpul pun tidak langsung disetorkan ke kas daerah. Sebagian sempat disimpan di brankas koperasi selama beberapa hari—bahkan hingga hampir sebulan—sebelum masuk ke rekening pemerintah.
Praktik tersebut, menurut pengamat kebijakan publik, membuka ruang konflik kepentingan dan potensi kebocoran pendapatan daerah. Mereka menilai lemahnya pengawasan internal di tubuh Dinas Perhubungan memperburuk tata kelola yang seharusnya transparan dan profesional.
Kepala Dinas Perhubungan Bengkalis, Adi Pranoto, menepis dugaan adanya pelanggaran substansial. Ia beralasan jeda waktu penyetoran disebabkan jadwal operasional kapal yang berakhir larut malam.
“Setoran dilakukan dua kali 24 jam agar sesuai kondisi lapangan. Tidak ada penyimpangan berarti,” ujarnya, Rabu (15/10/2025).
Meski begitu, penjelasan itu belum menjawab akar masalah: keabsahan kerja sama koperasi dan akuntabilitas pengelolaan retribusi. Bagi publik, alasan teknis tak cukup menutupi kerapuhan sistem keuangan daerah yang mengandalkan kepercayaan masyarakat sebagai modal utama.
Di tengah sorotan BPK, Pemerintah Kabupaten Bengkalis justru membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pengawasan Pelayanan RoRo. Rapat pembentukannya digelar di Kantor Dinas Perhubungan pada Selasa (14/10/2025), dipimpin Sekretaris Daerah dr. Ersan Saputra. Kepala Dishub tidak hadir.
Satgas ini diharapkan bisa mengurai antrean kendaraan, memperbaiki kedisiplinan petugas, serta memberi edukasi kepada pengguna jasa. Namun langkah tersebut menuai tanggapan beragam. Seorang warga Bengkalis mengaku jenuh dengan pola respons pemerintah yang berulang.
“Setiap kali muncul masalah, solusinya selalu Satgas. Padahal yang perlu dibenahi itu sistemnya, bukan menambah petugas,” ujar seorang warga di area pelabuhan.
Sikap serupa datang dari Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR). Sekretaris DPH LAMR Bengkalis, Datuk Riza Zulhelmi, menilai pemerintah daerah seharusnya menindaklanjuti rekomendasi Ombudsman RI Perwakilan Riau pada 2023, bukan sekadar menambah struktur pengawasan.
“Ombudsman sudah merekomendasikan pembentukan BLUD agar pengelolaan pelabuhan lebih profesional. Seharusnya dibentuk tim transformasi, bukan Satgas pengawasan,” ujarnya.
Laporan Ombudsman tahun lalu memang memuat lima rekomendasi strategis: pemenuhan standar pelayanan sesuai Permenhub Nomor 119 Tahun 2015, penambahan dermaga, evaluasi kebijakan prioritas kendaraan dinas, peningkatan kapasitas petugas, serta pembentukan BLUD Pelabuhan RoRo Bengkalis.
Namun, hingga kini sebagian besar rekomendasi itu belum dijalankan. Riza menilai reformasi pengelolaan pelabuhan tidak bisa lagi ditunda. Ia mendorong digitalisasi tiket, transparansi tarif, dan perbaikan fasilitas bagi kelompok rentan.
“Tujuannya bukan administratif semata, tapi membangun layanan publik yang modern dan akuntabel,” katanya.
Leave a Reply