Bengkalis, detik45.com – Menjelang akhir 2025, proyek normalisasi sungai di Bengkalis kembali menguak pola lama yang tak kunjung berubah. Di tengah rasionalisasi anggaran, pemerintah daerah justru mendorong puluhan pekerjaan bernilai miliaran yang sulit diverifikasi volume fisiknya.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) KIB Riau menemukan 98 paket normalisasi yang digarap Dinas PUPR Bengkalis dijalankan tanpa proses lelang. Total anggaran Rp18,9 miliar mengalir melalui mekanisme pengadaan langsung, pola yang selama ini kerap dikaitkan dengan celah pemecahan proyek.
Ketua LSM KIB Riau, Hariyadi, menyebut normalisasi sungai sebagai wilayah pekerjaan yang paling rentan dimanipulasi karena kondisi lapangan sulit diukur secara presisi. Kedalaman dan lebar galian tidak seragam, air nyaris tak pernah surut, sehingga angka volume fisik sangat bergantung pada laporan yang tidak mudah diuji.
“Normalisasi itu seperti wadah tanpa bobot. Tanpa ukuran jelas, angka bisa berubah menjadi volume yang tak pernah ada di lapangan,” kata Hariyadi, Jumat, 14 November 2025.
Ia menegaskan, hampir seluruh paket normalisasi dijalankan melalui pengadaan langsung. Pola ini, menurutnya, membuka kemungkinan satu kawasan dipotong menjadi banyak proyek kecil untuk menghindari kewajiban tender.
“Jika satu area dipecah menjadi banyak paket dan rekanannya sama, itu bukan kebetulan. Itu pola. Dan pola seperti ini menggerus transparansi,” ujarnya.
LSM KIB menyoroti kecenderungan proyek normalisasi yang terus muncul setiap tahun dengan skema serupa. Di sisi lain, akses vital seperti Bantan Air–Muntai, Kembung Luar–Teluk, Lancar–Sekodi, hingga Sekodi–Kelemantan tidak pernah masuk prioritas pembangunan meski rusak bertahun-tahun.
“Publik wajar curiga. Mengapa anggaran terus digelontorkan untuk proyek yang sulit diverifikasi, sementara jalan-jalan utama diabaikan? Apakah normalisasi benar kebutuhan mendesak atau sekadar program yang mudah dicairkan?” ujar Hariyadi.
Catatan lain yang disoroti lembaga itu adalah lemahnya dokumentasi. Banyak laporan pekerjaan normalisasi hanya berisi foto tanpa data ukur seperti cross section, koordinat GPS, atau dokumen teknis lain yang membuktikan volume fisik.
“Laporan berbasis foto tidak bisa disebut verifikasi. Itu formalitas administrasi. Dan bila dana cair penuh dalam kondisi seperti itu, persoalannya jauh lebih serius,” tegasnya.
LSM KIB mendesak Inspektorat Bengkalis, BPKP, dan aparat penegak hukum turun tangan mengaudit seluruh proyek normalisasi tahun ini.
“Kami tidak menuduh, tapi rangkaian indikasinya terlalu kuat untuk dibiarkan. Normalisasi penting, namun jangan dijadikan ruang bocornya anggaran,” tutup Hariyadi.[ril]
Leave a Reply