Pekanbaru, detik45.com – Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa tiga pramusaji rumah dinas Gubernur Riau nonaktif Abdul Wahid untuk menelusuri dugaan perusakan segel penyidik di lokasi penggeledahan, bagian dari penyidikan kasus pemerasan dan gratifikasi Wahid.
Pemeriksaan berlangsung di kantor perwakilan BPKP Riau pada Senin, 17 November 2025. Ketiga pramusaji—Alpin, Muhammad Syahrul Amin, dan Mega Lestari dipanggil karena berada di rumah dinas ketika penyidik KPK memasang segel di sejumlah ruangan. Segel itu kemudian ditemukan dalam keadaan rusak.
Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, mengatakan pemanggilan ini untuk memastikan rangkaian peristiwa di rumah dinas sebelum segel tersebut tak lagi utuh. Penyidik mendalami apakah perusakan itu terjadi akibat tindakan spontan, kelalaian, atau bagian dari upaya menghilangkan barang bukti.
Selain pramusaji, KPK memeriksa dua aparatur sipil negara: Rifki Dwi Lesmana dari Dinas PUPR Riau dan Hari Supristianto dari Dinas Pendidikan. Keduanya dimintai keterangan mengenai aliran fee proyek penambahan anggaran Unit Pelaksana Teknis Jalan dan Jembatan Tahun 2025, yang naik dari Rp 71,6 miliar menjadi Rp 177,4 miliar.
KPK menduga Abdul Wahid meminta setoran dari sejumlah kepala UPT sebagai syarat pengajuan anggaran. Total dana yang dikumpulkan sekitar Rp 7 miliar melalui tiga kali setoran sejak Juni hingga November 2025. Dana itu disinyalir akan digunakan untuk pembiayaan perjalanan luar negeri Wahid. Selain Wahid, KPK telah menetapkan tenaga ahlinya, Dani M Nursalam, dan Kepala Dinas PUPR PKPP Riau, M Arief Setiawan, sebagai tersangka.
Secara hukum, perusakan segel termasuk kategori menghalangi penyidikan atau obstruction of justice. Segel KPK berfungsi menjaga status quo lokasi penggeledahan, sehingga kerusakan pada segel, baik disengaja maupun tidak, diperlakukan sebagai indikasi potensi penghilangan jejak yang memerlukan pemeriksaan khusus. Karena itu, keterlibatan pramusaji menjadi titik penting bagi rekonstruksi kejadian.
Penyidik dijadwalkan menuntaskan pemeriksaan lanjutan pekan ini untuk memperkuat rangkaian peristiwa di rumah dinas dan menilai apakah tindakan tersebut terkait dengan upaya mengamankan aset, dokumen, atau aliran uang dalam kasus “jatah preman” tersebut.[ril]
Leave a Reply