
Pekanbaru, detik45.com – Konflik agraria antara PT Teguh Karsa Wana Lestari (TKWL) dengan masyarakat di tiga desa di Kecamatan Siak Kecil, Kabupaten Bengkalis, kian memanas. Sengketa lahan ini mendorong DPRD Bengkalis berkoordinasi dengan DPRD Riau untuk mencari jalan keluar yang adil bagi warga.
Masyarakat Desa Muara Dua, Bandar Jaya, dan Sungai Nibung menolak klaim perusahaan sawit yang diduga menyerobot lahan mereka. Anggota Komisi II DPRD Bengkalis, Asep Setiawan, menjelaskan bahwa PT TKWL memiliki izin Hak Guna Usaha (HGU) seluas 7.094 hektare, dengan sekitar 3.000 hektare berada di Bengkalis. Namun, perusahaan tak pernah melapor ke pemerintah kabupaten saat beroperasi di wilayah tersebut.
“Persoalan muncul saat mereka mengklaim lahan HGU sebagai milik perusahaan, padahal di atasnya sudah ada tanaman warga, bahkan sebagian sudah berproduksi,” kata Asep.
Ketegangan meningkat ketika alat berat perusahaan masuk dan mencabut tanaman masyarakat. Aksi itu memicu penolakan keras hingga warga menghadang alat berat di lapangan. Menurut Asep, tindakan sepihak perusahaan semakin memperkeruh keadaan karena dilakukan sebelum tim verifikasi lahan terbentuk.
DPRD Bengkalis menilai perusahaan tidak kooperatif. Beberapa undangan rapat dengar pendapat diabaikan, meski perusahaan sempat meminta jadwal pertemuan. “Kami tidak anti investasi, tetapi perusahaan harus beretika. Masuklah dengan cara baik, jangan merampas hak masyarakat,” ujarnya.
Dalam rapat bersama DPRD Riau, perwakilan kelompok tani dari Desa Muara Dua mengungkap bahwa konflik sudah berlangsung sejak 2005. Mereka menuding PT TKWL terus memaksakan klaim, bahkan pernah menawarkan uang sagu hati pada 2019 yang ditolak warga.
Wakil Ketua III DPRD Riau, Budiman Lubis, meminta Badan Pertanahan Nasional (BPN) tidak mendorong penertiban HGU yang justru menyasar lahan masyarakat. “Jangan sampai data HGU dijadikan celah untuk menggusur warga sebelum ada keputusan hukum yang adil,” tegasnya.
DPRD Bengkalis dan DPRD Riau menekankan bahwa penyelesaian konflik tidak bisa semata-mata mengacu pada legalitas formal HGU. Sengketa lahan ini menuntut solusi yang mempertimbangkan hak historis masyarakat agar keadilan agraria benar-benar terwujud.
Leave a Reply