Jakarta, detik45.com — Proses hukum perkara pengadaan Liquefied Natural Gas (LNG) di PT Pertamina masih bergulir di Pengadilan Tipikor Jakarta. Pada sidang pembacaan dakwaan yang digelar Selasa, 23 Desember 2025, tim penuntut Komisi Pemberantasan Korupsi yang dipimpin Jaksa Yoga Pratomo memaparkan konstruksi perkara yang menempatkan dua mantan pejabat perseroan sebagai terdakwa dengan dugaan kerugian negara sekitar US$113,8 juta. Agenda ini menjadi bagian dari rangkaian persidangan yang hingga kini terus berlangsung.
Dua terdakwa dalam perkara tersebut adalah Direktur Gas Pertamina periode 2012–2014, Hari Karyuliarto, serta Senior Vice President Gas & Power 2013–2014, Yenni Andayani. Dalam uraian dakwaan, tim jaksa menjelaskan bahwa sejumlah keputusan dalam pengadaan LNG dari Corpus Christi Liquefaction di Amerika Serikat diambil tanpa dukungan kajian keekonomian yang memadai dan belum sepenuhnya melalui mekanisme persetujuan organ perseroan. Nilai kerugian negara dalam perkara ini diperkirakan mencapai US$113,839 juta.
Menurut Yoga Pratomo, rangkaian keputusan yang dipersoalkan berada di luar prosedur tata kelola korporasi yang semestinya diterapkan pada proyek strategis energi.
“Kami melihat keputusan bisnis dalam pengadaan LNG ini tidak ditempatkan pada kerangka kehati-hatian yang seharusnya,” ujar Yoga di ruang sidang.
Nama mantan Direktur Utama Pertamina 2009–2014, Karen Agustiawan, turut disebut berada dalam rangkaian proses pengambilan keputusan tersebut.
Dalam dakwaan, Hari disebut menyetujui term sheet dan formula harga LNG tanpa analisis kemampuan serapan pasar domestik, serta mendorong persetujuan sirkuler untuk penandatanganan kontrak Train 1 ketika dokumen risiko, kajian keekonomian, dan rekomendasi organ perusahaan belum lengkap. Penandatanganan kontrak tetap dilakukan saat belum ada pembeli yang terikat.
Tim jaksa juga menguraikan bahwa pembahasan penambahan kontrak Train 2 didasarkan pada proyeksi permintaan, bukan pada kepastian penyerapan. Formula harga Train 2 disetujui tanpa pembanding yang jelas dengan sumber pasokan lain sehingga aspek daya saing harga dinilai belum teruji.
“Konsekuensinya, potensi beban finansial perusahaan dan negara menjadi lebih besar,” kata Yoga.
Sementara itu, Yenni disebut mengusulkan risalah rapat direksi terkait penandatanganan kontrak Train 1 dan Train 2 sebelum seluruh kajian pendukung selesai. Ia juga menandatangani perjanjian Train 1 melalui surat kuasa ketika persetujuan organ perusahaan belum sepenuhnya diperoleh.
Secara keseluruhan, keputusan-keputusan dalam rangkaian proses tersebut dinilai memberi keuntungan kepada pihak lain dan berdampak pada kerugian keuangan negara. Kedua terdakwa dijerat dengan ketentuan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta aturan penyertaan dalam KUHP. Persidangan perkara LNG Pertamina dijadwalkan berlanjut pada agenda berikutnya untuk mendalami tanggung jawab masing-masing pihak dalam struktur pengambilan keputusan perusahaan.[ril]
Leave a Reply